Widget HTML Atas

Book of Philosophy Karya Ko Ping Hoo



Tong Kosong Nyaring Bunyinya!

Orang-orang cerdik pandai mengatakan bahwa yang diam itu lebih kuat daripada yang gerak. Gentong air yang penuh tak tersembunyi, yang kosong berbunyi nyaring. Orang yang mengerti pendiam, yang bodoh penceloteh. Air yang diam dalam, yang bergerak dangkal. 

Setiap penyerang berarti membuka pertahanan sendiri yang menjadi lemah dan juga lengah, sebaliknya si penahan akan selalu menutup diri mempertahankan diri dengan kokoh dan kuat.

[Dikutip dari Cersil: Suling Emas]



Orang Yg Benar-banar Pintar & Waspada Adalah Yang Merasa Diri Masih Bodoh & Selalu Haus Akan Pelajaran Baru Dari Orang Lain Siapa Saja!

Kakek ini membawanya ke lereng bukit yang gundul penuh dengan pasir dan batu-batu. Bagian itu tandus sekali, tidak ditumbuhi pohon. "Nah, sekarang engkau harus menghafalkan kalimat lain. Dengarkan baik-baik: Yang merasa dirinya pintar adalah tolol, dan yang  merasa dirinya bodoh adalah waspada. Tirukan!"

Kembali Hay Hay merasakan keanehan kalimat ini. Mudah dimengerti dan amat sederhana, apalagi kalimat sependek itu, tentu saja sekali dengar dia sudah hafal, mengapa harus diuji dulu?

Akan tetapi dia tidak membantah dan mengulang dengan lantang, "Yang merasa dirinya pintar adalah tolol, dan yang merasa dirinya bodoh adalah waspada!"

"Bagus, sekarang kaugalilah lubang di dalam pasir kemudian duduk bersila di dalam lubang dan kubur tubuhmu dengan pasir sampai sebatas leher. Ingat, yang nampak hanya kepalanya saja, dan sekali ini engkau tidak boleh makan minum, bertapa dan berpuasa sampai aku datang menyuruhmu keluar!" 

Tanpa memberi kesempatan pemuda itu bicara, kakek itu sudah berkelebat dan lenyap pula. Hay Hay berdiri tertegun, memandang ke sekeliling yang gundul dan sunyi, lalu menarik napas panjang.

Kenapa dia harus mentaati saja semua perintah gila dan aneh ini? Apa manfaatnya mengubur diri dalam pasir? Apakah dia sudah menjadi gila?

Biarpun pikirannya kacau, tetap saja dia menggali lubang menggunakan jari-jari tangannya, kemudian masuk ke dalam lubang, bersila dan menguruk tubuhnya dengan pasir sampai tubuhnya yang bersila itu terpendam pasir sebatas leher.

Mula-mula terasa hangat dan nyaman sehingga dia mampu berkonsentrasi mengulang kalimat itu sambil mengheningkan cipta dengan tenang dan anteng. Akan tetapi, tak lama kemudian

Mulailah dia merasa gatal-gatal ketika pasir bergerak, bahkan menjadi geli seperti digelitik. Dia mengerahkan sinkang mengusir perasaan tidak enak itu dan berhasil.

Makin lama, setelah mengulang kalimat itu ratusan kali, timbul pendalaman mengenai kalimat itu dan dia pun mulai menyelidiki dengan mengamati diri sendiri.

"Yang merasa dirinya pintar adalah tolol!" Tentu saja, karena perasaan demikian itu sesungguhnya hanya merupakan suatu kecongkakan belaka, merajalelanya si aku yang ingin mengangkat diri setinggi-tingginya, sebesar-besarnya, yang paling besar, yang tak dapat lenyap, yang abadi dan banyak macam "yang ter" lagi. 

Perasaan ini hanya timbul dari pikiran yang bukan lain adalah si aku sendiri. Orang yang merasa dirinya pintar adalah orang-orang bodoh yang mudah bersikap sombong, congkak, tinggi hati, merasa benar sendiri, menang sendiri, meremehkan orang lain. 

Tentu saja orang macam itu adalah tolol sekali. Kemudian kalimat lanjutannya yang menjadi kebalikan, "yang merasa dirinya bodoh adalah waspada." Bukan pintar, melainkan waspada. 

Memang sesungguhnya, kalau orang mengamati diri sendiri dan merasa betapa dirinya, seperti semua manusia lain, sebenarnya hanyalah mahluk-mahluk yang banyak sekali kekurangan dan kelemahannya, maka dia adalah seorang waspada. 

Kewaspadaan itu sendiri yang akan mengadakan perobahan pada dirinya, menghilangkan segala macam kebodohan dalam bentuk keangkuhan, ketinggian hati dan sebagainya dan kewaspadaan ini yang melenyapkan kebodohannya. 

Bukan berarti lalu menjadi pintar, karena kalau dia merasa pintar, berarti dia terjeblos kedalam kebodohan yang akan membuatnya tolol!

"Merasa" dalam hal ini berbeda dengan "mengaku". Mengaku diri bodoh saja tidak ada artinya. Pengakuan itu bahkan berselubung untuk menyembunyikan pamrih yang sesungguhnya, yaitu agar dianggap orang yang "waspada", agar dianggap orang yang tahu akan kebodohannya dan karena itu waspada dan berisi. 

Bukan pengakuan yang ditujukan kepada orang lain, melainkan perasaan yang merupakan pengakuan terhadap diri sendiri, bukan sekedar mengaku, melainkan yakin karena melihat sendiri kebodohannya.

Itu adalah batiniahnya, sedangkan secara lahiriah, orang yang merasa pintar tentu akan mengabaikan segala macam pendapat dan pengertian orang lain, sehingga orang seperti ini tidak akan mampu menambah pengertiannya sehingga seperti katak dalam tempurung dan tenggelam ke dalam kebodohannya. 

Sebaliknya, orang yang merasa dirinya bodoh, tentu akan selalu haus akan pelajaran, selalu ingin tahu dan ingin menambah pengetahuannya, mendengarkan pendapat dan buah pikiran orang lain sehingga muncul kewaspadaannya dan tentu dia tidak bodoh kalau sudah mau belajar setiap saat!

[Dikutip dari cersil: Pendekar Mata Keranjang]